Senyum yang Menjadi Akhir Dunia
Lampu lampion di paviliun Danau Jade memantulkan cahaya redup di wajah Lin Mei. Gaun sutra ungunya, yang dulu melambangkan kemewahan dan cinta, terasa dingin menusuk kulitnya. Di seberangnya, duduk Pangeran Rui, tunangannya, dengan wajah menyesal yang terlambat.
"Mei'er," suara Pangeran Rui terdengar serak, "Maafkan aku. Aku… aku tidak bisa menolak Lady Xue."
Lin Mei tidak menjawab. Matanya, yang dulu berbinar setiap kali menatap Pangeran Rui, kini setenang permukaan danau yang gelap. Ia hanya tersenyum tipis, senyum yang menyimpan badai di baliknya. Senyum yang akan menjadi akhir dunia, bukan dengan ledakan, tapi dengan kehancuran perlahan yang menyakitkan.
Dulu, Lin Mei adalah putri kesayangan Jenderal Lin yang perkasa. Ia dilatih dalam seni bela diri, strategi perang, dan tentu saja, kecantikan yang memikat hati. Pangeran Rui memilihnya karena kecerdasannya, kekuatannya, dan aliansi yang ditawarkannya. Tapi Lady Xue… Lady Xue hanya memiliki paras cantik dan bisikan manis.
Lin Mei tahu, bukan hanya bisikan manis yang meruntuhkan pertahanan Pangeran Rui. Ada kekuatan lain, kekuatan yang bersembunyi di balik senyum polos Lady Xue.
"Tidak apa-apa, Yang Mulia," ucap Lin Mei akhirnya, suaranya lembut seperti desiran angin malam. "Aku mengerti."
Pangeran Rui menghela napas lega, tidak menyadari bahwa persetujuan Lin Mei adalah kutukan yang akan menghantuinya selamanya.
Lin Mei memilih diam. Bukan karena ia lemah, tapi karena ia menyimpan rahasia. Sebuah rahasia tentang garis keturunan Lady Xue, rahasia tentang ramuan terlarang yang dapat mengubah takdir, dan rahasia tentang tanda lahir berbentuk bunga teratai di punggung Lady Xue yang sama persis dengan tanda lahir mendiang Permaisuri.
Semakin dekat hari pernikahan Pangeran Rui dan Lady Xue, semakin aneh kejadian-kejadian di istana. Peramal istana tiba-tiba jatuh sakit dan meracau tentang bencana. Para kasim berbisik tentang penampakan hantu Permaisuri. Dan Pangeran Rui… Pangeran Rui mulai terlihat pucat dan linglung, seolah jiwanya perlahan terkuras.
Lin Mei hanya mengamati dari kejauan, senyumnya semakin tipis, semakin dingin. Ia tidak menyalahkan Pangeran Rui. Ia menyalahkan takdir, dan Lady Xue yang telah memanipulasinya.
Pada malam pernikahan, saat Pangeran Rui seharusnya menikahi Lady Xue, ia malah ditemukan terbaring tak sadarkan diri di kamarnya. Para tabib istana tidak dapat menemukan penyebabnya. Sementara itu, Lady Xue menghilang, meninggalkan istana dalam kekacauan.
Yang Mulia Kaisar, yang sangat mencintai Pangeran Rui, murka. Ia memerintahkan seluruh pasukan untuk mencari Lady Xue. Tapi yang mereka temukan hanyalah sebuah catatan kecil di kamar Lady Xue:
"Ramuan keabadian memiliki harga. Takdir memiliki cara sendiri untuk menyeimbangkan."
Kaisar, dalam kemurkaannya, memerintahkan investigasi menyeluruh. Dan di sinilah rahasia Lin Mei terungkap.
Lin Mei, bukan hanya putri seorang jenderal. Ia adalah keturunan langsung dari Klan Penenun Takdir, sebuah klan kuno yang memiliki kemampuan untuk melihat dan memanipulasi benang-benang takdir. Ia tahu tentang rencana Lady Xue sejak awal, dan ia membiarkannya terjadi.
Bukan karena ia mencintai Pangeran Rui, tapi karena ia ingin membuktikan bahwa takdir tidak dapat diubah oleh ramuan apapun. Ia tahu bahwa ramuan keabadian Lady Xue, yang didasarkan pada darah dan energi kehidupan Pangeran Rui, akan membawanya pada kehancuran. Takdir telah memilih jalannya sendiri, dan Lin Mei hanya memfasilitasinya.
Lin Mei, yang seharusnya menjadi Permaisuri, kini menjadi penjaga rahasia yang dibenci sekaligus ditakuti. Ia tidak menikah, tidak memiliki anak, dan menghabiskan sisa hidupnya di paviliun Danau Jade, ditemani oleh lantunan guqin yang lirih dan penyesalan yang tak terucapkan.
Ia tahu, Pangeran Rui akan sembuh, tapi ia tidak akan pernah sama. Lady Xue akan hidup selamanya, tapi dalam penderitaan dan kesepian abadi. Dan Lin Mei… Lin Mei akan selamanya dihantui oleh senyum yang menjadi akhir dunia.
Malam semakin larut, angin bertiup lebih kencang. Lin Mei menatap bulan purnama, dan berbisik, "Apakah ini… keadilan?"
Dan guqinnya menjawab dengan nada yang lebih pilu, menyisakan satu pertanyaan yang tak terjawab: Apakah pengorbanan selalu sepadan dengan harga yang dibayar?
You Might Also Like: 0895403292432 Jualan Skincare Bimbingan
Post a Comment