Aroma cendana dan hujan awal musim gugur selalu membawa Lin Wei ke gerbang kenangan. Bukan kenangan yang manis, melainkan serpihan mimpi yang bagai pecahan keramik; tajam dan menyakitkan. Ia, yang di kehidupan ini hanyalah seorang perancang busana muda berbakat di Shanghai, seringkali merasa pernah menjadi orang lain, di tempat yang jauh berbeda.
Sosoknya selalu tertuju pada cermin antik di galeri seni, seolah menemukan resonansi aneh. Di cermin itu, samar-samar ia melihat bayangan seorang putri dari Dinasti Tang, dengan gaun sutra berwarna jade dan tatapan mata yang penuh duka.
Mimpi-mimpinya semakin intens setelah ia bertemu dengan seorang kolektor barang antik bernama Zhang Wei. Pria itu, dengan senyumnya yang teduh dan tutur katanya yang halus, membuatnya merasa DEJA VU yang kuat. Namun, ada sesuatu yang janggal. Ada bayangan gelap di balik matanya, sesuatu yang MENGINTAI.
Lambat laun, kepingan masa lalu mulai menyatu. Lin Wei bermimpi tentang istana megah, intrik, dan pengkhianatan. Ia ingat, namanya dulu adalah Mei Lan, putri kesayangan Kaisar, yang jatuh cinta pada seorang jenderal muda bernama… ZHANG WEI.
Ia janjikan cinta abadi, ia berikan bintang-bintang di langit. Namun, di balik semua itu, Zhang Wei menyimpan ambisi tersembunyi. Ia berkhianat, merebut takhta, dan menjebak Mei Lan atas tuduhan palsu. Sang putri dihukum mati, janjinya dikubur bersama amarah dan dendam yang membara.
Di kehidupan ini, Zhang Wei (si kolektor barang antik), mencoba mendekatinya. Ia memujinya, memberinya hadiah, dan bahkan melamarnya. Namun, Lin Wei tahu. Ia INGAT.
Balas dendamnya bukan dengan pedang atau racun, melainkan dengan pena dan kain. Ia merancang koleksi busana yang terinspirasi dari Dinasti Tang, dengan motif naga emas yang melingkari motif bangau perak – simbol kekaisaran yang direbut. Koleksi itu menjadi sensasi, menempatkan dirinya di puncak ketenaran.
Saat Zhang Wei mendekat, berusaha menyingkirkan saingannya di dunia bisnis, Lin Wei memberikan satu senyuman dingin. Ia menggunakan pengaruhnya untuk menjatuhkan bisnis Zhang Wei, menjauhkannya dari puncak kekuasaan yang selalu ia dambakan.
Pada malam gala amal, di mana Lin Wei mengenakan gaun berwarna jade, ia berhadapan dengan Zhang Wei. Pria itu menatapnya dengan putus asa, seolah melihat hantu masa lalu.
"Kau...kau tahu, bukan?" bisiknya, suaranya bergetar.
Lin Wei menatapnya, tanpa belas kasihan. "Aku selalu tahu. Janjimu, Zhang Wei... menjadi doa terlarang bagi kita berdua."
Ia berbalik, meninggalkan Zhang Wei dalam kehancurannya, dan berjalan menuju cahaya lampu sorot.
Mungkin, di kehidupan selanjutnya, kita akan bertemu lagi, dan saat itu, giliranmu yang mengingat.
You Might Also Like: 5 Rahasia Tafsir Dicakar Ikan Badut
Post a Comment