Hujan menggigil di atap genting, suaranya menetes bagai air mata yang tak kunjung reda. Di sudut kedai teh usang, Li Wei menatap keluar jendela. Tatapannya kosong, namun di baliknya tersimpan badai emosi yang siap menerjang. Lima tahun berlalu sejak malam pengkhianatan itu, namun kenangan pahitnya masih terasa segar seperti luka yang baru disayat.
Di seberang meja, duduk seorang pria dengan jas mahal dan aura kekuasaan yang memancar kuat. Zhao Tian, cinta pertamanya, satu-satunya pria yang pernah dicintainya dengan sepenuh hati. Dulu, tatapan Tian penuh dengan cinta yang membara. Sekarang? Hanya ada kekosongan, atau mungkin… kepura-puraan?
"Sudah lama sekali, Li Wei," ucap Tian, suaranya dalam dan berat. "Kau masih secantik dulu."
Li Wei tersenyum sinis. "Kau terlalu baik, Tuan Zhao. Kecantikan ini hanya topeng. Di balik ini, hanya ada kehancuran."
Bayangan lentera yang nyaris padam menari-nari di dinding, memperburuk suasana yang sudah suram. Setiap percakapan mereka terasa seperti jarum yang menusuk jantung. Li Wei ingat, dulu mereka sering berjanji di bawah lentera yang sama, berjanji untuk saling mencintai selamanya. Sekarang, janji itu hanya sisa debu yang tertiup angin.
Tian menghela napas. "Aku tahu aku menyakitimu, Wei. Aku menyesal."
Penyesalan? Kata itu terdengar hampa di telinga Li Wei. Penyesalan tidak akan mengembalikan semua yang telah hilang. Penyesalan tidak akan menghapus malam kelam itu, malam ketika ia melihat Tian mencium wanita lain, malam ketika dunianya runtuh berkeping-keping.
"Penyesalanmu tak berarti apa-apa," bisik Li Wei, suaranya bergetar. "Kau merenggut semua yang kumiliki. Kau menghancurkanku."
Mata Tian menyipit. "Kau melebih-lebihkan, Wei."
MELEBIH-LEBIHKAN? Li Wei tertawa hambar. Dia telah kehilangan segalanya: kepercayaannya, cintanya, bahkan harapan untuk masa depan. Dan pria ini, dengan santainya mengatakan bahwa dia melebih-lebihkan?
"Kau pikir aku hanya duduk diam selama lima tahun ini, Zhao Tian?" tanya Li Wei, nada suaranya tiba-tiba berubah dingin. "Kau salah besar. Aku tidak hanya berduka. Aku menyusun rencana."
Tian tertegun. Ia melihat ada sesuatu yang berbahaya di mata Li Wei, sesuatu yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Sesuatu yang MEMATIKAN.
Li Wei meraih cangkir tehnya, lalu menuangkan isinya ke lantai. Teh itu merambat, membentuk bayangan yang patah di lantai.
"Kau tahu, Tuan Zhao," kata Li Wei, bibirnya melengkung membentuk senyum misterius. "Racun ini sangat efektif. Butuh waktu lama untuk bekerja, tapi hasilnya… sempurna."
Tian menelan ludah. Ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Perutnya terasa mual, kepalanya berdenyut nyeri. Ia menatap Li Wei dengan tatapan penuh ketakutan.
"Apa… apa yang kau lakukan?"
Li Wei berdiri. Ia menatap Tian dengan tatapan penuh kemenangan. Hujan di luar semakin deras, menenggelamkan segalanya dalam kegelapan.
"Balas dendam," bisik Li Wei. "Ini adalah senja beracun kita."
Li Wei berbalik, berjalan keluar dari kedai teh. Meninggalkan Tian yang terkapar di lantai, merintih kesakitan. Di balik pintu, Li Wei berhenti sejenak. Ia menyentuh liontin yang selalu dipakainya, liontin berbentuk bunga sakura. Liontin itu bukan sekadar perhiasan. Liontin itu adalah…
...kunci rahasia yang selama ini dicari-cari Zhao Tian.
You Might Also Like: Produk Skincare No Alkohol Dan No
Post a Comment