Pedang yang Menyimpan Jiwa Lama
Lentera-lentera istana memancarkan cahaya temaram, menari-nari di dinding saat Angin Malam berbisikkan rahasia. Di tengah taman yang ditaburi bunga plum, Lady Baihua berdiri. Gaun sutra birunya, sehalus air terjun di pegunungan, melambai pelan. Wajahnya, seindah lukisan dewi, tampak tenang. Namun, di balik ketenangan itu, ombak kesedihan menghempas.
Dulu, tawa renyah Baihua sering menggema di taman ini. Dulu, matanya memancarkan binar cinta setiap kali menatap Pangeran Li Wei. Cinta mereka, seperti anggrek bulan, langka dan indah. Pangeran berjanji akan membawanya ke altar, menjadikannya ratu dari kerajaannya. Janji yang diucapkan di bawah pohon sakura yang sedang bermekaran, janji yang kini berubah menjadi BELATI yang menusuk jantungnya.
Senyumnya menipu. Pelukan Li Wei terasa hangat dulu, kini Baihua merasakan racun yang perlahan menyebar. Ia mengingat bagaimana jari-jari Li Wei, yang dulu dengan lembut membelai rambutnya, kini melingkari pinggang Putri Meihua, rivalnya yang licik.
Pengkhianatan adalah luka yang menganga. Namun, Baihua tidak menangis. Ia adalah Lady Baihua, wanita dengan keanggunan yang tak tertandingi, seorang ahli strategi yang ulung. Ia tidak akan membiarkan air matanya menodai kehormatannya.
Ia melangkah mendekat ke kolam ikan mas. Di sana, terpantul wajahnya, tenang namun dingin. Tangan halusnya menyentuh gagang pedang yang selalu dibawanya. Pedang itu bukan sekadar senjata, melainkan tempat bersemayam jiwa lama, jiwa para leluhurnya yang bijaksana.
Rencana balas dendam Baihua tidak melibatkan darah. Ia tidak akan merendahkan dirinya dengan kekerasan. Balas dendamnya adalah permainan catur yang panjang dan rumit, di mana Li Wei dan Meihua hanyalah bidak yang mudah dikendalikan.
Ia memulai dengan menyebarkan desas-desus tentang kecerobohan Li Wei dalam mengelola wilayah perbatasan, membisikkan keraguan di telinga kaisar. Ia menanam benih ketidakpercayaan di antara para pejabat istana, menciptakan intrik yang akan meruntuhkan kekuasaan Li Wei dari dalam.
Kepada Meihua, ia memberikan pujian yang berlebihan, membuat sang putri besar kepala dan melakukan kesalahan fatal demi kesalahan fatal. Ia membiarkan Meihua terperangkap dalam jaring pujiannya sendiri, hingga akhirnya jatuh terjerembab di depan seluruh istana.
Li Wei akhirnya kehilangan segalanya: tahta, kehormatan, dan yang terpenting, cinta sejati. Ia ditinggalkan dalam penyesalan yang abadi, menyadari betapa bodohnya ia telah menyia-nyiakan Baihua demi kilauan palsu.
Baihua menyaksikan kejatuhan mereka dari kejauhan, tanpa sedikit pun rasa puas. Kemenangan ini terasa pahit. Ia telah membalas dendam, tetapi jiwanya terasa hampa. Ia meraih pedangnya, merasakan dinginnya baja yang menenangkan.
Di akhir hayatnya, Li Wei, sendirian dan terlupakan, bergumam, "Aku… aku telah menghancurkan kebahagiaanku sendiri…"
Baihua menatap langit malam, bibirnya membentuk senyum tipis yang getir. Ia berbisik, "Penyesalanmu adalah balas dendamku yang sesungguhnya."
Cinta dan dendam… lahir dari tempat yang sama.
You Might Also Like: 0895403292432 Jual Skincare Untuk Ibu
Post a Comment