Cinta yang Kurelakan Pergi
Lorong Istana Timur terasa lebih sunyi dari biasanya. Obor-obor yang berkedip-kedip menari di dinding, menciptakan bayangan aneh yang memperpanjang kesunyian. Kabut dingin merayap masuk dari celah-celah jendela, membawa aroma tanah basah dan kenangan pahit.
Lima belas tahun lalu, Li Wei dinyatakan tewas. Terjatuh dari tebing di Pegunungan Huangshan, jasadnya tak pernah ditemukan. Mei Lan, tunangannya, berduka dalam diam. Namun, cinta seorang Mei Lan bukanlah cinta yang mudah padam.
Kini, seorang pria berdiri di hadapannya. Wajahnya masih sama, namun ada guratan keras yang tidak dikenalinya. Matanya, dulu penuh kehangatan, kini memancarkan dingin yang menusuk tulang.
"Li Wei?" bisik Mei Lan, suaranya nyaris tak terdengar.
Pria itu tersenyum tipis. "Masih mengingatku, Mei Lan? Aku senang."
"Kemana saja kau selama ini? Mengapa kau menghilang?" tanya Mei Lan, nada suaranya bergetar.
"Pertanyaan yang bagus," jawab Li Wei, berjalan mendekat. "Kau tahu, Mei Lan, pegunungan itu menyimpan banyak rahasia. Rahasia yang aku butuhkan untuk memahami segalanya."
Dia berhenti tepat di depannya. Matanya menatap intens, seolah mencari sesuatu yang tersembunyi.
"Kau tahu, Mei Lan, aku tidak terjatuh," bisiknya. "Aku didorong."
Mei Lan terkejut. "Didorong? Siapa?"
Li Wei tertawa hambar. "Pertanyaan yang seharusnya kutanyakan lima belas tahun lalu, bukan?" Dia mendekat, berbisik di telinganya. "Orang yang paling aku percaya. Orang yang aku cintai."
Udara di sekitar mereka terasa semakin dingin. Mei Lan mundur selangkah. "Kau... kau menuduhku?"
Li Wei mengangkat bahu. "Aku tidak menuduh. Aku hanya bertanya. Mengapa kau begitu terburu-buru menikah dengan Jenderal Zhao setelah aku 'mati'? Mengapa kau begitu cepat melupakanku?"
Mei Lan menatapnya, air mata mulai menggenang di pelupuk mata. "Kau tidak mengerti! Aku... aku harus melindungi keluargaku!"
"Melindungi dari siapa, Mei Lan? Dari diriku?" tanya Li Wei, senyumnya semakin lebar. "Kau tahu, aku selalu mengagumi kecerdasanmu. Kau berhasil mengelabui semua orang. Bahkan aku."
Dia meraih tangannya. "Kau tahu, Mei Lan, aku kembali bukan untuk membalas dendam. Aku kembali untuk melihatmu mengakui. Mengakui bahwa kau merencanakan semuanya sejak awal. Bahwa kematianku adalah tiketmu menuju kekuasaan."
Mei Lan terisak, tubuhnya bergetar hebat. "Tidak... itu tidak benar..."
Li Wei melepaskan tangannya. "Tentu saja benar. Aku melihatnya di matamu. Mata yang sama yang dulu kucintai."
Dia berbalik, berjalan menjauh. Kabut semakin tebal, menelan sosoknya dalam kegelapan.
Sebelum benar-benar menghilang, dia berhenti dan menoleh. Senyumnya kali ini bukan senyum tipis, tapi senyum kemenangan yang dingin dan kejam.
"Kau tahu, Mei Lan," bisiknya. "Aku selalu tahu. Kau kira aku bodoh? Kau lupa, aku yang mengajarimu cara bermain permainan ini."
Lalu, dia menghilang. Meninggalkan Mei Lan sendirian di lorong sunyi, terisak dalam kegelapan.
Di balik tirai sutra yang tebal, di kediaman sang jenderal, Mei Lan menarik napas dalam-dalam. Di tangannya tergenggam erat sebuah jepit rambut emas, ujungnya runcing dan tajam. Bibirnya melengkung membentuk senyum tipis, tenang.
Semua ini adalah rencanaku sejak awal, dan dia baru menyadarinya sekarang? Betapa lambatnya.
You Might Also Like: 5 Rahasia Interpretasi Mimpi Dipatuk
Post a Comment