Kisah Seru: Pedang Yang Mengenali Luka Lama

Dentingan pedang beradu di tengah riuhnya pasar malam, suara yang seharusnya asing, namun menusuk tulang Jiwa Qing seperti dentingan lonceng di kuil tua. Seratus tahun telah berlalu sejak ia menyaksikan kematian kekasihnya, Li Wei, di kaki Gunung Seribu Bayangan. Seratus tahun sejak janji berdarah terucap di bawah cahaya rembulan, janji yang ia lupakan, atau lebih tepatnya, ia paksa lupakan.

Kini, ia adalah Lin Yue, seorang tabib muda yang berkeliling desa-desa terpencil. Kehidupannya tenang, nyaris membosankan, hingga sosok itu muncul. Zhao Yunlan, seorang pendekar pedang misterius dengan mata setajam elang, matanya… mata yang terasa familier.

Zhao Yunlan membawa pedang pusaka bernama Penghancur Jiwa. Pedang itu bergetar setiap kali mendekati Lin Yue, seolah mengenali denyut jantung yang pernah berdegup kencang untuk tuannya. Lin Yue bisa merasakan tarikan kuat setiap kali Zhao Yunlan berada di dekatnya, sebuah ingatan yang terkubur dalam reinkarnasi, perlahan merayap naik ke permukaan.

Bunga plum merah di halaman rumahnya mekar lebih awal dari biasanya. Bunga yang sama yang selalu Li Wei tanam untuknya. Aroma bunga itu membangkitkan kenangan samar tentang tawa renyah, sentuhan hangat, dan janji abadi di bawah langit berbintang.

Zhao Yunlan, di sisi lain, dihantui mimpi buruk tentang pengkhianatan. Seorang wanita bergaun merah, wajahnya tertutup kabut, menusuk seorang pria dengan pedang di tengah badai salju. Mimpi itu begitu nyata, begitu menyakitkan, hingga ia merasa seperti hidup melalui kejadian itu sendiri.

Perlahan, benang-benang takdir mulai terjalin. Mereka berdua tanpa sadar mencari petunjuk tentang masa lalu mereka. Lin Yue menemukan gulungan kuno yang menceritakan kisah seorang jenderal bernama Li Wei yang dikhianati oleh kekasihnya sendiri demi kekuasaan. Zhao Yunlan menemukan pecahan pedang patah di gua tersembunyi di Gunung Seribu Bayangan, pedang yang identik dengan Penghancur Jiwa.

Kebenaran pahit akhirnya terungkap. Lin Yue adalah wanita bergaun merah itu. Ia mengkhianati Li Wei, bukan demi kekuasaan, melainkan untuk melindungi desanya dari kehancuran. Li Wei, seorang jenderal yang dicintai rakyatnya, dituduh berkhianat oleh kaisar yang haus darah. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan desa itu adalah dengan membunuh Li Wei dan mengaku sebagai pengkhianat.

Lin Yue melakukan perbuatan keji itu dengan hati hancur. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menanggung semua dosa dan penderitaan. Janji yang terus menghantuinya hingga reinkarnasi.

Zhao Yunlan, yang merupakan reinkarnasi dari Li Wei, kini berdiri di hadapannya. Ia tahu segalanya. Ia melihat luka lama di mata Lin Yue, luka yang lebih dalam dari luka fisik. Ia melihat pengorbanan yang dilakukan untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.

Bukan amarah yang memenuhi hatinya, melainkan kesedihan yang mendalam. Ia memahami alasan di balik pengkhianatan itu. Ia mengerti bahwa Lin Yue, di kehidupan manapun, selalu mengutamakan orang lain di atas dirinya sendiri.

Maka, Zhao Yunlan tidak membalas dendam. Ia tidak mengangkat pedangnya. Ia hanya menatap Lin Yue dengan tatapan yang penuh dengan kesedihan dan pengertian. Keheningan itu lebih menyakitkan daripada seribu pedang. Keheningan itu adalah pengampunan yang menusuk jantung.

Zhao Yunlan berbalik dan pergi, meninggalkan Lin Yue terisak di bawah pohon plum merah yang sedang mekar. Ia membiarkan Lin Yue hidup dengan penyesalannya, dengan beban masa lalunya. Itu adalah balas dendam terkejam yang bisa ia berikan.

Angin berbisik melalui dedaunan, membawa aroma bunga plum merah dan sebuah suara yang nyaris tak terdengar, "Yue'er… tunggu aku."

You Might Also Like: 5 Rahasia Tafsir Masuk Rumah Belalang

OlderNewest

Post a Comment